Observasi di SMK 1 Yogyakarta

Observasi koleksi dan penelusuran informasi, untuk matakuliah Sumber Rujukan Umum

Adventure with AACR di Lawangsewu, Semarang

Liburan semester III, banyak pengalaman yang terjadi

Holiday semester III di Tawangmangu

Liburan ke Tawangmangu akir semester III dengan teman-teman rempong

Narsis habis Jenuh Presentasi Kuliah

Ceria bersama dan narsis bersama sahabat,dunia terasa berwarna

Panen Padi

Perayaan panen untuk Upacara Merti Dusun Krebet di Sendangsari Kec Pajangan Kab Bantul

Holiday in Dieng

Liburan Akhir Semester II di Dieng, Wonosobo

Minggu, 26 Mei 2013

Copyright, Common Creative Writing (Kutipan), vs Open Access di Perpustakaan


Copyright, Common Creative Writing (Kutipan), vs Open Access di Perpustakaan

Sesuatu yang sering terlupakan dalam memberi penghargaan atau
mengapresiasi atas suatu karya baik hasil cipta budaya, musik,
maupun yang lainnya pada seseorang adalah dengan jalan mencantumkan hak cipta.

Hak cipta sendiri sering disebut dengan “copyright”,
dalam bahasa inggris sering disebut “the right to copy” atau menyalin.
Sebenarnya apa sih hak cipta atau copyright itu? Hak cipta adalah hak penciptaan suatu karya,
dan yang jelas suatu karya tersebut merupakan lahir dari suatu ide atau pemikiran dan
intelektualyang di ciptakan oleh seseorang. Maka, hak cipta merupakan
hak kekeayaan intelektual, keduanya sama-sama dapat dialihkan kepada orang lain.
Hak cipta merupakan hasil karya ciptaan kreatif atau intelektualitas seseorang.

Hak cipta selayaknya dianggap sebagai hak milik intelektualitas, seperti halnya;
hak merek, hak desain industri, maupun hak paten. Lambang internasional hak cipta adalah ©.

Di negara lain, seperti Jerman, Prancis , dan negara Eropa lainnya sangat menghargai dan menjunjung tinggi akan pentingnya melindungi hak cipta, dan mengedepankan hak moral.
Maka, hak cipta sendiri mengandung dua ciri khas yaitu hak cipta (kekayaan intelektual)
dan hak moral. Di Indonesia UU RI yang mengatur tentang
Hak cipta adalah UU No 19 Tahun 2002.

Mengenai ciptaan yang di lindungi adalah Pasal 12 mencakup:

a. buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (layout) karya tulis
yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain, b. ceramah, kuliah, pidato, dan
Ciptaan lain yang sejenis dengan itu, c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks, e. drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim, f. seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan, g. Arsitektur, h. Peta,
i. seni batik, j. Fotografi, k. Sinematografi, dan l. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database,
dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.

Begitu banyak hasil karya cipta atau kekayaan intelektual yang masuk
dalam ciptaan yang di lindungi UU, kita wajib mentaati dan mengerti
dengan cara tidak melanggar peraturan, adapun ketentuan pidana atau peraturan pelanggaran juga secara jelas tercantum di Bab XII pada Pasal 72.

Bagaimana dengan peran perpustakaan yang berhubungan dengan hak cipta?
Peran perpustakaan bukan lagi sebagai penyedia, melainkan lebih sebagai mediator,
baik di tingkat kebijakan maupun di tingkat operasional. Di tingkat kebijakan, perpustakaan digital ikut berperan dalam merumuskan langkah-langkah suatu lembaga induknya dalam pengelolaan akses dan penyediaan sumberdaya informasi digital.

Para pustakawan digital akan menjadi mitra pengguna dalam mencari dan menemukan artikel-artikel yang semakin lama semakin banyak jumlahnya di internet. Pustakawan lah berperan mengarahkan sesuai ketentuan hak cipta dalam hal keinginan mengkutip suatu karya tulis milik seseorang. Untuk menghargai hak cipta suatu karya tulis, maka dalam mengutip suatu karya tulis ada aturannya. Dalam mengkutip terdapat dua macam cara, diantaranya adalah kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Dalam mengkutip yang harus ada adalah : nama penulis, tahun penerbitan, dan halamannya.
1. Kutipan Langsung Kutipan langsung adalah mengutip sesuai dengan sumber aslinya, dengan kata lain artinya kalimat-kalimat tidak ada yang diubah sama sekali.

Berikut contoh dari kutipan langsung
: Jika kau berpikir kau mampu, pasti kau bisa menyelesaikan semua hal,karena kemampuan dan pikiranmu (Aswi M S, 2012: 8).

2. Kutipan Tidak Langsung
merupakan Kutipan tidak langsung adalah teknik mengkutip dengan cara meringkas kalimat dari sumber aslinya, namun tidak menghilangkan gagasan asli dari sumber tersebut dan mencantumkan penulis aslinya.

Berikut contoh dari kutipan tidak langsung
:

Seperti yang dikatakan oleh Aswi M S (2012: 8) bahwa Jika kita berpikir kita mampu, pasti kita bisa menyelesaikan semua hal,karena kemampuan dan pikiranmu.

Dalam perpustakaan sendiri, perlindungan hak cipta seperti dalam kegiatan ”mengkutip” karya
juga dapat dilihat penerapannya yaitu dengan adanya aturan pembatasan dalam meng-copy
bahan koleksi atau karya tulis yang di miliki di perpustakaan.

Pengguna hanya di perbolehkan mem-fotocopy buku misalnya hanya dua atau tiga lembar saja.
Agar meminimalisir terjadinya plagiator atau penjiplak suatu ide atau konsep seseorang.
Open Access Di lain sisi adanya hak atau kewajiban dalam hak cipta atau hak kekayaan intelektual,
dan perhatian dalam hal Common Creative Writing atau
dalam bahasa indonesianya adalah teknik mengkutip yang baik/ kreatif,
kita juga mudah mendapatkan suatu karya tulis, yaitu dengan adanya
“Open Access” atau “Akses Bebas”, merupakan sebuah fenomena
masa kini yang berkaitan dengan dua hal: keberadaan teknologi digital
dan akses ke artikel jurnal ilmiah dalam bentuk digital. Internet dan pembuatan
artikel jurnal secara digital telah memungkinkan perluasan dan kemudahan akses,
dan kenyataan inilah yang ikut melahirkan Open Access, dan sering disingkat “OA”.

Dengan adanya open access kita akan mudah untuk mendapatkan literatur digital,
karena semua tersedia secara terpasang (online), gratis (free of charge),
dan terbebas dari semua ikatan atau hambatan hak cipta atau lisensi.
Dengan kata lain, ada sebuah penyedia yang meletakkan berbagai berkas,
dan setiap berkas itu disediakan untuk siapa saja yang dapat mengakses.

OA juga menghilangkan hambatan yang timbul karena perizinan sebagaimana
yang ada dalam setiap karya yang dilindungi hak cipta.
Dalam praktiknya, terdapat pula keragaman dalam hal-hal yang dibebaskan.
Misalnya, ada penyedia OA yang tidak peduli apakah berkas yang
diambil dari tempat mereka akan dipakai untuk tujuan komersial atau tidak.
Ada juga penyedia yang melarang penggunaan untuk kepentingan komersial.

Sebagian penyedia menyediakan karya-karya salinan,
sebagian lagi hanya menyediakan karya orisinal.
Di dalam perpustakaan sendiri, penyediaan open access dapat
terlihat jelas adanya fasilitas pendukung akses pada koleksi-koleksi yang berbau digital.
Misalnya saja karya yang sudah menjadi .Pdf ,
atau video atau karya yang dapat di download untuk di miliki secara bebas.

Namun , yang jelas ide atau gagasan yang ada pada karya digital tersebut jika akan mengutip atau menggunakan menjadi referensi, harus wajib menyertakan sumber asli penulis, karena untuk menghargai dan tidak melanggar hak cipta. Dalam mendukung dan membantu para pengguna (user) perpustakaan, perpustakaan bekerja sama dengan penyedia e-journal maupun e-book. Perpustakaan memberi alternatif alamat website untuk pengguna, dan penyedia karya digital ada yang free dan berbayar.

Contoh alamat website penyedia karya bentuk digital adalah:

Download e-booK :
http://gutenberg.org/ , http://www.goodreads.com/ebooks/ ,
http://ebooknet.com/ , http://bookfi.org/ .

Download e-jurnal :
http://journals.cambridge.org/ , http://www.iiste.org/Journals/ ,
http://library.um.ac.id/index.php/jurnal-Perpustakaan-Sekolah/ ,
http://journal.uin-suka.ac.id/ , http://www.researchersworld.com/ ,
http://scholar.lib.vt.edu/ejournals/

Meski adanya kebebasan dalam mendapatkan karya berbentu digital dari perpustakaan,
Pustakawan dan akademisi di lembaga pendidikan tinggi perlu mengerti
dan mengikuti perkembangan terbaru terkait isu-isu ini.

Mereka perlu terus diperbarui dengan wacana dan praktik dari
Open Access, Repositori, dan Penerbitan Ilmiah, serta bagaimana isu-isu ini akan mempengaruhi perpustakaan akademik dan bagaimana mereka melayani masyarakat pengguna mereka.
Sehingga dengan kesimpulan, bahwa pustakawan harus “belajar sepanjang masa,
agar tidak ketinggalan jaman, dan perpustakaan tidak di tinggalkan para pengguna (user).

SUMBER:
http://digilib.undip.ac.id/ http://digilib.undip.ac.id/index.php/component/content/article/53-perpuspedia/178-open-access